Pertemuan pasien GIST

Awalnya saya merasa seperti sendirian (khususnya di Indonesia) sebagai penderita GIST yang termasuk penyakit langka. Namun setelah melihat himpunan Elgeka (Forum Leukemia Granulositik Kronik dan GIST) di Facebook, saya mulai berkenalan dengan beberapa rekan lainnya yang juga terkena GIST.

Belum lama ini, Elgeka mengadakan pertemuan pasien GIST, Survivor dan Care Giver bertempat di Red Top Hotel, Jakarta, pada tanggal 3 Juli 2010 .

Dalam undangannya via Facebook dicantumkan bahwa pertemuan tersebut secara khusus membahas mengenai GIST dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Terima kasih atas event dan undangannya, mba Lydia serta panitia lainnya…

Sempat juga terpikir oleh saya, kira2 bisa ngga ya saya ikut, saya bayangkan para pasien dan hadirin akan duduk selama paling tidak 2 jam mendengarkan ceramah atau sharing yang diberikan oleh pembicara… Padahal selama ini kalau saya duduk agak lama maka perut akan terasa nyeri dan pegel pada bagian yang dioperasi.  Setelah duduk agak lama biasanya saya belum bisa berdiri/jalan dengan tegak tapi terbungkuk mengurangi rasa nyeri sampai beberapa saat. Yang paling melegakan setelah itu adalah bisa berbaring meluruskan otot2 perut, menghilangkan rasa nyeri… Selain itu, dalam RSVP di Facebook, yang sudah confirmed akan hadir hanya 4 orang (termasuk saya)…

Tapi saya bulatkan niat saya untuk ikut, karena katanya akan banyak informasi menarik mengenai GIST…

Ternyata betul sekali, acaranya dihadiri pasien GIST dari berbagai kota (Jakarta, Serang, Bogor, Bandung, Purwokerto…),  menyenangkan, banyak informasi penting dan kita saling tukar pengalaman.  Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa saya dapatkan:

  1. Informasi dari himpunan Elgeka
  2. Pertemuan kali ini merupakan pertemuan yang pertama yang membahas khusus mengenai GIST. Saat ini tercatat sekitar 50-60 orang yang menderita GIST, sementara itu jumlah penderita CML+GIST yang tercatat mencapai sekitar 500 orang, sehingga memang tidak banyak catatan mengenai penderita GIST. Himpunan ini membantu anggotanya a.l. dalam informasi terkait penyakit dan pengadaan obat (Glivec) serta silaturahmi untuk meningkatkan semangat dan kualitas hidup pasien. Sebagai pendukung dari acara adalah Pfizer yang juga produsen Sunitinib (Sutent®), yaitu second-line therapy untuk pasien GIST yang sudah imun terhadap Glivec®.

  3. Penyedia obat/farmasi,
  4. Pfizer memberikan keterangan mengenai second-line therapy dengan Sutent®. Menurut informasi, pasien yang resistant terhadap Glivec® diperkirakan mencapai 10%. Salah satu tanda2nya a.l. adanya dampak samping yang tidak dapat ditolerir, tumor tidak mengecil/tidak ada perbaikan dan tumor yang sudah diangkat tetap tumbuh lagi. Jangka waktu seorang pasien yang menjadi imun tidak dapat ditentukan.

    Seperti halnya Glivec®, terapi dengan Sutent® juga memakan biaya yang tidak sedikit. Kalau Glivec® sekitar Rp30 juta per bulan maka Sutent® bisa mencapai Rp48 juta per bulan. Namun demikian, Pfizer memperkenalkan adanya Sutent® Patient Assistance Program (SPAP) untuk akses mendapatkan obat tersebut melalui subsidi. Hal yang serupa telah diterapkan oleh Novartis selaku produsen Glivec® (first-line therapy) melalui program Gleevec International Patient Assistant (GIPAP) yang kemudian diperbaharui dengan program Novartis Oncology Access (NOA).

    Program SPAP dilakukan Pfizer bekerja sama dengan Axios Foundation (Novartis bekerjasama dengan Max Foundation), organisasi charity dengan base di Amerika Serikat. Selanjutnya prosesnya juga akan melibatkan YKI. Dalam hal ini pasien menghubungi Axios Foundation untuk program SPAP tersebut.

    Sebagai informasi tambahan, Sutent juga digunakan dalam terapi untuk kanker ginjal (renal cell carcinoma atau RCC).

  5. Penjelasan dan informasi dari dokter,
  6. Dokter bedah digestif (dr.Benny Philipi, SpB-KBD) memberikan informasi2 penting mengenai GIST, a.l. statistik penderita yang umumnya pria, berkisar pada rentang usia pertengahan 40 dan 60 tahun (umur rata2 sekitar 52 tahun). Penyakit ini biasanya terdeteksi setelah ada gejala klinis dimana sel2 ganas sudah menyebar ke organ lainnya atau tumor sudah besar sekali. Penyebabnya sampai saat ini belum dapat diketahui (apakah makanan, minuman, zat kimia, dll.)

    Therapy terutama diupayakan dengan mengangkat tumor secara utuh dan tidak ada yang tersisa. Apabila sudah dioperasi, pasien dapat diberikan Glivec® selama 7 bulan. Sementara untuk pasien yang inoperable, untuk seterusnya dilakukan terapi dengan Glivec®.

    Walaupun penderita GIST yang tercatat tidak banyak, diperkirakan jumlah sebenarnya cukup banyak. Hal ini terjadi karena proses deteksi yang tidak mudah. Tidak disarankan biopsi karena dikhawatirkan adanya penyebaran.

  7. Sharing dari sesama pasien.
  8. Sesi ini sebesar merupakan yang cukup penting (informal) dimana pasien bisa berbagi pengalaman, kiat2 dan tips2 misalnya pola makan bagi pasien yang telah diangkat/dipotong lambungnya, CT Scan secara gratis di RSCM bagi pemegang kartu Askes, info tentang dokter2 onkologi dan lain sebagainya.

    Dengan adanya sesi sharing, saya pikir para pasien merasa semangatnya menjadi terangkat (khususnya saya…), semua terlihat cerah2, tersenyum dan tidak seperti orang sakit, walaupun badannya ada yang kurus2 (termasuk saya juga). Sebagai informasi, sebagian besar pasien rupanya sering bertemu di RSCM ketika menunggu dokter sehingga sudah saling mengenal, sementara saya yang tidak dirawat di RSCM baru kali ini merasakan kebersamaan tersebut.

Mengingat manfaatnya yang besar, mudah2an pertemuan seperti ini bisa diadakan kembali pada masa mendatang…

Referensi:
materi pertemuan, axios-group.com, pfizer.com, pfizerpeduli.com, themaxfoundation.org, http://www.id.novartis.com, gistsupport.org

18 thoughts on “Pertemuan pasien GIST

  1. Sahabat Yogya

    Hmmm maaf jika komentar saya ini sedikit tidak mengenakkan. Tanpa didasari rasa apapun…dan semoga saya salah.
    Pertemuan antar pasien adalah sesuatu yang sangat positif, tapi jika sudah perusahaan obat dengan pasien,mestinya ada yang harus di koreksi.

    Reply
    1. antopurwanto Post author

      Memang kita harus kritis, awalnya saya agak reluctant juga, terutama karena saya sudah membaca detil mengenai obat yang akan diperkenalkan tersebut, manfaat, cara kerja, termasuk efek sampingnya.

      Namun demikian saya pribadi (dan mungkin teman2 lainnya) dapat mengambil banyak aspek positifnya dari 3 aspek lain di luar produk farmasinya… Apalagi produk tersebut rasanya bukan untuk konsumsi kita… (second-line therapy).

      Salam

      Reply
  2. ocekojiro

    Kl gambaran sy agak sedikit su’udzon, begini : Jumlah penderita LGK + GIST di seliruh Indo sekitar 250.000 orang, sedangkan pasien yg mendapat santunan obat(GIPAP/NOA) cuma +-380 orang saja dari target 500 orang di seluruh Indonesia.
    Sangat tidak imbang jika yang mendasari harga obat tsb adalah ‘subsidi silang, bahkan harus pula melarang peredaran obat pendahulunya (hydrea)yg bisa dibilang murah untuk obat kanker, apalagi fungsi kedua obat tsb hanya sebatas untuk bertahan hidup saja (tdk untuk menyembuhkan)dan utk seumur hidup.

    Reply
    1. antopurwanto Post author

      isteri saya juga sempat bertanya, dengan harga obat yang mahal tapi kok bisa gratis…

      saya jawabnya : kemungkinan positifnya banyak, a.l. adalah untuk tujuan riset. produsen obat akan dapat akses mengenai data2 pasien (penyakit, terapi, perkembangan, dll), data ini dapat dijadikan bahan untuk mendukung uji klinis bahwa obat tersebut efektif… dengan informasi positif tersebut obatnya tetap digunakan sebagai first-line therapy dan revenuenya akan sangat besar terutama di negara2 maju dimana pembelian obatnya sebagian besar dijamin oleh asuransi (pasien tidak perlu keluar uang untuk beli obat sendiri)… jadi subsidi silang berjalan efektif.

      data2 tersebut juga dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut atau mengembangkan obat2an untuk penyakit2 lainnya… ini tentunya akan menghasilkan pendapatan/revenue baru…

      selain itu, banyak sekali lembaga charity di luar negeri dengan dana yang lumayan untuk ukuran negara2 seperti kita. mereka akan mendapat keuntungan dalam hal kemudahan pajak bagi perusahaannya. misalnya PT X mendirikan yayasan X yang bergerak dalam bidang sosial, maka PT X akan dapat kemudahan pajak… hal ini positif karena keuntungan perusahaan dapat dibagi merata (mudah2an di Indonesia juga bisa menyusul…). Oya keuntungan pajaknya lebih besar dibandingkan charity yang dikeluarkan (kalo ngga buat apa mereka repot2…he he he…).

      ada juga kemungkinan2 lainnya, tapi nanti jadi panjang ceritanya… he he he…

      kalau informasinya sudah lengkap mungkin saya jadikan posting tersendiri.

      Reply
  3. Omri Samosir

    Salam kenal Bung Anto. Saya diundang untuk membaca blog ini oleh Ibu yang pegang wayang semar itu lho….
    Pertemuan seperti ini tentunya sangat perlu untuk mempromosikan produk obat2an terutama yang mahal mahal. Biasanya tentu diberikan gratis untuk sejumlah pemakai. Kadang2 lucky draw nya juga menarik, jalan2 ke Johannessburg nonton piala dunia. Yang menarik untuk saya adalah bahwa produk second line therapy sudah bisa sedemikian mahal.
    Salam untuk anda, salam kenal dan saya doakan cepat sembuh Bung.

    Reply
    1. antopurwanto Post author

      Salam kenal kembali, terima kasih buat mba Ani atas undangannya…

      Sebagai informasi tambahan, produk second-line therapy bisa menjadi first-line therapy untuk penyakit yang berbeda bahkan kadangkala bisa digunakan pula pada alternatif penyembuhan penyakit2 lainnya lagi (dalam uji klinis). Untuk kasus Sutent, dia menjadi second-line therapy bagi penderita GIST namun sudah diakui sebagai first-line therapy untuk suatu jenis kanker ginjal yang disebut metastatic renal cell cancer (mRCC).

      Walaupun demikian, harganya tetap sama (tidak dibedakan untuk pasien GIST dan mRCC)…alias sama2 mahal…

      Terima kasih atas kunjungan dan doanya…
      Salam

      Reply
  4. Sahabat Yogya

    He-he-he perusahaan farmasi kok dilawan….mereka dah ratusan tahun,kita baru berapa hari hikikikik samar menyamarnya mereka canggihlah ha ha ha…dan kebanyakan pasien tergiur hikikikik
    Pak Anto, Pak Omri itu pakdenya Awan he he he beliau Top-1 nya GT di Jakarta he he he demikian sekilas info

    Reply
  5. gaby

    salam,

    saya penderita GIST. mau tanya selain Glivec dan sutent apa ada obat lain yang manjur dan murah ? saya pakai GIST sudah 2 tahun lebih.

    thanks

    Reply
    1. antopurwanto Post author

      Sepanjang pengetahuan saya, sampai saat ini kedua obat itu sudah umum digunakan bagi penderita GIST sebagai first-line dan second-line therapy. Memang harganya mahal, tetapi bisa didapatkan secara gratis melalui program NOA/kerjasama dengan YKI-Elgeka. Obat2 ini juga dikenal cukup efektif dengan efek samping yang relatif ringan (saya sendiri hampir tidak mengalami efek samping).

      Memang ada lagi beberapa obat target therapy yang masih dalam uji coba tetapi sudah dapat diberikan kepada pasien yang ikut program uji coba tersebut. Untuk obat2 baru ini informasinya bisa didapatkan di http://www.gistsupport.org dan umumnya ada di negara2 maju (Ameriksa Serikat, Eropa, Australia).

      Salam

      Reply
      1. gaby

        terima kasih,
        apa bapak pernah combine glivec dengan alternatif lain misalnya jus sirsak atau rebusan daun sirsak? saya pengen makai tapi khawatir efek samping nya.
        salam……….

        Reply
        1. antopurwanto Post author

          Belum pernah, sebaiknya konsultasi saja dengan dokter onkologi. Efek samping yang biasanya dihindari adalah efektivitas Glivec yang berkurang sehingga dikhawatirkan sel2 GIST berkembang kembali. Awalnya, sebelum dengan Glivec saya juga sudah mencoba berbagai herbal, tetapi efektivitasnya tidak begitu terlihat. Terakhir yang saya masih berani lakukan adalah kombinasi Glivec dengan resep air putih dan doa (tanpa herbal ataupun zat kimia).

          Reply
  6. Idris Afandi

    Salam Kenal, saya punya temen yg positif lgk, sementara ini Sudah minum glivec. Tapi setelah 1 bulan minum glivec, leukosit Dan trombisitnya normal, Oleh dokter disarankan untuk berhenti minum glivec. Setelah 3 bulan tidak minum glivec, sekarang leukosit ya 99.000. Dan sekarang disarankan untuk kembali minum glivec. Mohon penjelasan atas Hal tersebut. Terimakasih.

    Reply
    1. antopurwanto Post author

      Untuk saran obat (dosis, periode, dll) sebaiknya memang harus dengan dokter yang berpengalaman dengan penyakitnya, termasuk CML/LGK. Untuk penyakit kanker tentunya harus dengan dokter onkologi dan untuk obat2 seperti ini biasanya juga melibatkan konsultan hematologi atau dokter yang ahli dengan cabang kedokteran cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan penyakitnya.

      Jadi untuk penjelasan memang harus langsung dengan dokter yang menangani karena kondisi setiap pasien bisa berbeda2…

      Namun setahu saya untuk konsumsi Glivec umumnya dalam jangka waktu yang cukup lama, baru kali ini saya mendengar konsumsi Glivec hanya untuk 1 bulan 🙂

      Reply
  7. rosyidah

    Salam kenal pak anto, saya mempunyai Kakak yang menderita kanker ginjal. Sdh dilakukan nefrektomi dan kemoterapi 3 kali (dari 6 kali yang direncanakan), ternyata belum ada perkembangan malah sekarang sesak napas dan dirontgen hasilnya di paru-paru telah terjadi metastasis. Mohon sarannya pak anto. Terimakasih

    Reply
    1. antopurwanto Post author

      Salam kenal…

      mohon maaf, untuk kanker ginjal saya belum mendapat informasi yang memadai. Namun demikian, segala sesuatunya kita kembalikan kepada Yang Maha Menyembuhkan, karena hanya Dia lah Yang Maha Kuasa.

      Upaya secara medis memang yang umum adalah kemoterapi setelah dilakukan operasi/nefrektomi. Selain itu ada juga obat Target Therapy untuk kanker ginjal, namun saya sendiri belum banyak informasi. Setahu saya, berdasarkan literatur, apabila kemoterapi tidak efektif maka Target Therapy bisa menjadi alternatif dan dalam beberapa kasus bisa berhasil menghentikan kanker ginjal.

      Beberapa obat yang sudah dikenal sebagai Target Therapy untuk kanker ginjal adalah:

      1. Sorafenib (Nexavar®)
      2. Sunitinib (Sutent®), digunakan juga pada kanker GIST seperti yang pernah saya derita.
      3. Temsirolimus (Torisel®)
      4. Everolimus (Afinitor®)
      5. Bevacizumab (Avastin®)
      6. Pazopanib (Votrient®)
      7. Axitinib (Inlyta®)

      Namun demikian, obat mana yang tepat tentu perlu dilakukan analisis dan diagnosis oleh dokter yang bersangkutan.

      Semoga kakanda dapat lekas sembuh.
      Salam

      Reply
        1. antopurwanto Post author

          Salam kenal juga,

          seingat saya pernah ada program PAP antara produsennya (Pfizer) dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Bisa dicoba untuk menghubungi YKI.

          Reply

Leave a reply to antopurwanto Cancel reply